Soko Berita

Mewariskan Kemiskinan: Kegagalan Negara Menyentuh Akar Masalah

Kemiskinan turun-temurun mengancam masa depan anak miskin. Negara didesak hadir dari hulu, perkuat keluarga, pendidikan, dan keadilan sosial berkelanjutan.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
22 Juni 2025
<p>Data Kemensos mengungkapkan 64,46 persen anak dari keluarga miskin di Indonesia berpotensi tetap hidup dalam kemiskinan. (Dok.Sokoguruid/AI)</p>

Data Kemensos mengungkapkan 64,46 persen anak dari keluarga miskin di Indonesia berpotensi tetap hidup dalam kemiskinan. (Dok.Sokoguruid/AI)

SOKOGURU, OPINI – Ada angka yang tak hanya mengejutkan, tapi juga menyayat: 64,46 persen anak dari keluarga miskin di Indonesia berpotensi tetap hidup dalam kemiskinan

Data dari Kementerian Sosial ini bukan sekadar statistik; ini adalah potret buram tentang betapa kemiskinan kini bukan sekadar kondisi, tetapi warisan.

Ketika hampir tiga dari empat penduduk Indonesia—tepatnya 74,51 persen—tergolong miskin atau rentan miskin, seperti tercatat dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi (DTSE), maka kita tak sedang bicara soal masalah sektoral biasa. 

Baca juga: 64 Persen Anak dari Keluarga Miskin Terancam Tetap Miskin, DPR Desak Aksi Nyata Pemerintah

Kita sedang menghadapi krisis struktural yang menyentuh jantung paling dalam dari sistem sosial-ekonomi negeri ini.

Ironisnya, di tengah jargon keadilan sosial dan pertumbuhan ekonomi, lingkaran kemiskinan justru makin erat mencengkeram dari generasi ke generasi. 

Anak-anak yang seharusnya mendapat peluang setara, justru sejak lahir telah dibebani risiko kegagalan yang tak pernah mereka pilih. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi soal kegagalan negara hadir dari hulu—dari keluarga.

Masalahnya bukan tidak diketahui. Data ada. Mekanisme verifikasi berbasis by name by address bahkan telah diperkuat lewat Instruksi Presiden. 

Namun, apakah kebijakan benar-benar menjangkau yang paling membutuhkan, atau sekadar berhenti di meja-meja administrasi yang dingin dan jauh dari realita rakyat?

Baca juga: Bansos Tak Cukup! DPR Minta Pemerintah Siapkan Strategi Permanen Lawan Kemiskinan

Maka, solusi tak bisa lagi bersifat generik. Negara butuh hadir lewat pendekatan akar rumput yang nyata. 

Salah satunya adalah dengan memperluas akses pendidikan komunitas seperti Sekolah Rakyat, yang selama ini terbukti mampu menjangkau anak-anak dari keluarga marginal.

Pendidikan berbasis komunitas bukan sekadar ruang belajar, melainkan ruang harapan—jalan keluar dari siklus kemiskinan yang seolah tanpa ujung.

Pendidikan Saja Tak Cukup, Keluarga Harus Jadi Pondasi 

Namun, pendidikan saja tidak cukup. Keluarga harus jadi pondasi. Tak akan lahir generasi emas dari rahim sosial yang rapuh. 

Perlu intervensi negara dalam bentuk edukasi keluarga, perbaikan gizi, hingga pendampingan ibu dan anak. 

Baca juga: Mensos Gus Ipul: Kemiskinan Tantangan Peradaban, Harus Dilawan Lewat Pendidikan

Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga harus menjadi garda terdepan, bukan pelengkap anggaran.

Bansos memang penting, tapi keadilan sosial tidak akan pernah tercapai jika negara hanya menjadi "pemberi bantuan", bukan pencipta ekosistem yang adil dan berkelanjutan. 

Atasi Kemiskinan Butuh Strategi Nasional yang Terukur, Terstruktur, dan Berkeadilan

Kemiskinan tidak akan selesai dengan seremonial atau proyek-proyek instan. Ia butuh strategi nasional yang terukur, terstruktur, dan—yang paling penting—berkeadilan.

Kita butuh keberpihakan yang lebih dari sekadar angka dan wacana. Karena jika tidak, maka warisan terbesar bangsa ini bukanlah sumber daya alam atau budaya—melainkan kemiskinan yang tak kunjung usai. (*)